Sembilan
Belas Catatan Oportunis Via Android
“BERALIH”
By: Rusli Sumanda
Mata hari masih saja
percaya diri untuk memencarkan sinar nya. Tapi saya masih ketakutan untuk
melangkah dan berkelana keluar rumah, wabah yang sedang terjadi masih menjadi
alasan utama kenapa saya memilih untuk melanjutkan proses bersemedi. Kondisi
terus semakin memburuk setelah dinyatakan setidaknya ada lima yang positif di
Aceh dan dua di antaranya adalah warga Banda Aceh.
Kini genab sudah 15 hari
saya bersemedi, kontak sosial yang keseharian biasanya terjadi kini telah
menjadi mimpi di setiap dengkuran tidur yang saya nikmati. Saya hanya bisa
menikmati lantunan lagu celengan rindu dari Fiersa Besari dan membaca beberapa
berita apa yang sedang terjadi. Sembari melaksanakan mimpi untuk bisa merubah
setiap kata bermakna menjadi cerita.
Utopis atau khayalan
sering melintas diatas pandangan mata dan kata-kata mulai tersusun sampai
untaian kata bisa terungkai ketika tak ada satupun kata yang bisa mewakili rasa
dengan tujuan untuk mudita. Telpon genggam yang setiap hari menemani atas
kesunyian tiba-tiba berbunyi, perasaan acuh tak acuh semakin tak bersahabat
setelah membaca pesan perpisahan dari teman-teman yang memutuskan untuk pulang
menemui orang-orang yang selalu setia mengirim kan dia doa.
Saya masih tak bergeming
hingga di malam hari telpon genggam kembali berdering, panggilan dari sahabat
sejak kecil meminta untuk saya ikut bersamanya di mana sebuah tempat awal saya
bercerita. sejak blog ini mulai tercipta di sana lah awal semua rasa itu ada.
dari perih, bahagia, sampai rasa cinta pernah saya alami di sana. Sebuah
bangunan dahulu kala yang sampai kini masih di tempati oleh para sahabat-sahabat
dan adik-adik saya sesama pejuang masa depan.
Awalnya saya agak pesimis
untuk beralih lokasi bersemedi, tapi teman sudah terlanjur di perjalanan untuk
menjemput maka mau tidak mau ego yang terbangun harus di kalahkan oleh hati
mulia sang sahabat. Di perjalanan dunia seperti mati tidak ada aktifitas
manusia seperti biasanya, di sepanjang perjalanan terlihat hanya ada tumpuk kan
batu yang tersusun di bawah Gapura beberapa perdesaan yang kita lewati. Itu
adalah pertanda bahwa desa tersebut tidak bisa lagi di akses oleh orang luar
atau orang dalam hendak mau keluar.
Hingga akhirnya kami
sampai di tujuan dan kembali untuk melanjutkan persemedian yang masih belum
tuntas entah sampai kapan selesai terkelupas.
Amazing
ReplyDeleteI waiting next story😊