COVID-19 #2


Sembilan Belas Catatan Oportunis Via Android
“BERALIH”
By: Rusli Sumanda

Mata hari masih saja percaya diri untuk memencarkan sinar nya. Tapi saya masih ketakutan untuk melangkah dan berkelana keluar rumah, wabah yang sedang terjadi masih menjadi alasan utama kenapa saya memilih untuk melanjutkan proses bersemedi. Kondisi terus semakin memburuk setelah dinyatakan setidaknya ada lima yang positif di Aceh dan dua di antaranya adalah warga Banda Aceh.

Kini genab sudah 15 hari saya bersemedi, kontak sosial yang keseharian biasanya terjadi kini telah menjadi mimpi di setiap dengkuran tidur yang saya nikmati. Saya hanya bisa menikmati lantunan lagu celengan rindu dari Fiersa Besari dan membaca beberapa berita apa yang sedang terjadi. Sembari melaksanakan mimpi untuk bisa merubah setiap kata bermakna menjadi cerita.

Utopis atau khayalan sering melintas diatas pandangan mata dan kata-kata mulai tersusun sampai untaian kata bisa terungkai ketika tak ada satupun kata yang bisa mewakili rasa dengan tujuan untuk mudita. Telpon genggam yang setiap hari menemani atas kesunyian tiba-tiba berbunyi, perasaan acuh tak acuh semakin tak bersahabat setelah membaca pesan perpisahan dari teman-teman yang memutuskan untuk pulang menemui orang-orang yang selalu setia mengirim kan dia doa.

Saya masih tak bergeming hingga di malam hari telpon genggam kembali berdering, panggilan dari sahabat sejak kecil meminta untuk saya ikut bersamanya di mana sebuah tempat awal saya bercerita. sejak blog ini mulai tercipta di sana lah awal semua rasa itu ada. dari perih, bahagia, sampai rasa cinta pernah saya alami di sana. Sebuah bangunan dahulu kala yang sampai kini masih di tempati oleh para sahabat-sahabat dan adik-adik saya sesama pejuang masa depan.

Awalnya saya agak pesimis untuk beralih lokasi bersemedi, tapi teman sudah terlanjur di perjalanan untuk menjemput maka mau tidak mau ego yang terbangun harus di kalahkan oleh hati mulia sang sahabat. Di perjalanan dunia seperti mati tidak ada aktifitas manusia seperti biasanya, di sepanjang perjalanan terlihat hanya ada tumpuk kan batu yang tersusun di bawah Gapura beberapa perdesaan yang kita lewati. Itu adalah pertanda bahwa desa tersebut tidak bisa lagi di akses oleh orang luar atau orang dalam hendak mau keluar.
Hingga akhirnya kami sampai di tujuan dan kembali untuk melanjutkan persemedian yang masih belum tuntas entah sampai kapan selesai terkelupas.  

                








Comments

Post a Comment